Selasa, 23 Juli 2019

Makalah Pengantar studi Al-Qur'an & Hadits tentang Kedudukan Hadits dalam Islam


KATA PENGANTAR
           
          Puji syukur Kehadirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadis.
Makalah  ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad , keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
          Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya yang diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.         
 Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan Makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak khususnya kepada Dosen pembimbing guna untuk menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua pembaca.


Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................          i
DAFTAR ISI................................................................................................          ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................          1
a.        Latar Belakang Masalah.......................................................................          1
b.       Rumusan Makalah................................................................................          1
c.        Tujuan Masalah....................................................................................          1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................          2
a.        Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam.................................          2
b.       Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits.................................................................          5
c.        Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an........................................................          9
BAB III PENUTUP......................................................................................          14
   Kesimpulan.................................................................................................          14
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam, petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Allah sebagai pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut) seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an. Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.     Dalil Naqli dan Dalil Aqli tentang kehujjahan Sunnah
b.     Fungsi Sunnah sebagai Bayan terhadap Al-Qur’an dan Bayan Ta’kid, Bayan Tafsir, Bayan Tasyri”, Bayan Nasikh terhadap Al-Qur’an dan contoh Fungsi Sunnah tersebut terhadap Al-Qur’an
c.     Status Sunnah dikaitkan dengan berbagai fungsi yang di sandang Nabi
d.     Sunnah yang bermuatan Tasyri” dengan Ghayru Tasyri” dan contohnya
C.     TUJUAN
a.     Mengetahui Dalil Naqli dan Dalil Aqli tentang kehujjahan Sunnah
b.     Mengetahui Fungsi Sunnah sebagai Bayan terhadap Al-Qur’an dan Bayan Ta’kid, Bayan Tafsir, Bayan Tasyri”, Bayan Nasikh terhadap Al-Qur’an dan contoh Fungsi Sunnah tersebut terhadap Al-Qur’an
c.     Mengetahui Status Sunnah dikaitkan dengan berbagai fungsi yang di sandang Nabi
d.     Mengetahui Sunnah yang bermuatan Tasyri” dengan Ghayru Tasyri” dan contohnya


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Dalil Naqli dan Dalil Aqli tentang kehujjahan Sunnah
B.     Fungsi Sunnah sebagai Bayan terhadap Al-Qur’an dan Membedakan Bayan Ta’qrir, Bayan Tafsir, Bayan Tasyri”, Bayan Nasakh terhadap Al-Qur’an
Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl(16)
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ  
Artinya  “keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,[1]
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.2
Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke pembagian bentuk penjelasan. Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;
1.      Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
فَإِذَا رَأَيْـتُمُ الْهِلاَلَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْـتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا (رواه مسلم)
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa” (QS. Al-Baqoroh : 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an. 3
2.      Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.
a.       Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global)
 Sebagai contoh hadis berikut:
صَلُّوْا كَمَا رَاَيْتُمُوْنِي أُصَلِّيْ (رواه البخارى)
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)
.                 b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq
Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyid dan mutlaq artinya membatasi ayat-ayat mutlaq denngan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut:
لاتقطع يد السارق ا في ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم)
“Tangan  pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)
Hadith di atas men-taqyid  ayat al-Qur’an berikut:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)
c. Men-takhsis ayat yang ‘am
Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam jumlah yang banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu. Mengingat  fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat apabila mukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkan kepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiah sebalikanya.
 Sebagai contoh:
لايرث القتل من المقتول شيأ
“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat 44 berikut:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan...”
3.      Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya.[2]
Kata nasakh secara bahasa berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan), dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak yang melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi, dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya (temporal).
Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadith terhadap al-Qur’an juga berbeda pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk me-nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith, meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah.
Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut harus mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur, tanpa harus dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh ulama Hanafiyah.
4.      Bayan Tasyri”
Bayan at-tasyri’ adalah penjelasan hadis yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan syar’i yang tidak didapati nashnya dalam Al-Qur’an. Menurut Abbas Muthawali Hamadah bayan at-tasyri’ disebut dengan bayan zaid ‘ala al-Kitab al-Karim, yaitu penjelasan sunnah/hadis yang merupakan tambahan terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hadis yang berfungsi sebagai bayan al-tasyri’ ini sangat banyak jumlahnya.
Di antaranya adalah hadis tentang zakat fitrah sebagai berikut, sabda Nabi Muhammad Saw :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat Fithrah di bulan Ramadhan atas setiap orang muslim, baik dia itu merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan, yaitu satu sha› kurma atau satu sa' gandum.” (HR. Muslim)
Menurut sebagian ulama bahwa zakat fitrah itu ditetapkan oleh sunnah/hadis sebagai tambahan atas Al-Qur’an. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa zakat itu penjabaran dari Al-Qur’an. Mereka mengambil dari hadis tersebut dalil yang menjadi rincian dari Al-Qur’an, karena Rasulullah Saw tidak mewajibkan zakat kecuali kepada orang Islam. Dengan demikian sesuai dengan Al-Qur’an, karena zakat itu sebagai pembersih (mensucikan), sementara kesucian hanya untuk orang Islam. Allah Swt berfirman: خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka…” (QS. At-Taubah : 103) Sunnah/hadis Rasulullah Saw. sebagai bayan at-tasyri’ ini wajib untuk ditaati dan diamalkan berdasarkan perintah Allah Swt dalam Al-Qur’an sebagaimana wajibnya mentaati dan mengamalkan hadis-hadis yang lainnya.4
C.     Status Sunnah dikaitkan dengan berbagai fungsi yang di sandang Nabi

D.    Sunnah yang bermuatan Tasyri” dengan Ghayru Tasyri” dan contohnya


BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
                  Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl[16]: 44.
Artinya  “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.          
Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis  telah dibuktikan oleh hal hal berikut antara lain ;
-         Al Qur’an karim
-         Hadis Nabi
-         Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi hadis terhadap Al Qur’an
-         Bayan At-taqrir
-         Bayan At-tafsir
-         Bayan At-tasyri
-         Bayan Al-nasakh



DAFTAR PUSTAKA
Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media               Group
Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka
            Al-Kautsar
Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media
Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press
Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada


[1] Muhammad Ahmad, Ulumul Hadis,(Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 100
2 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal 45
2Agus Solahudin, Ulumul...........hal. 84

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Pengantar studi Al-Qur'an & Hadits tentang Kedudukan Hadits dalam Islam

KATA PENGANTAR                       Puji syukur Kehadirat Allah SWT atas segala perkenaannya sehingga penyusunan Makalah ini dapat ...