KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Allah
SWT atas segala
perkenaannya sehingga penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Studi Al-Qur’an dan Hadis.
Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai
bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan
kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad ﷺ, keluarga, para sahabatnya serta
seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
Penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca,
baik dikalangan Mahasiswa maupun dikalangan masyarakat nantinya yang diajukan
sebagai bahan diskusi pada tatap muka
perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses
penyusunan Makalah ini masih banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak khususnya kepada Dosen
pembimbing guna untuk menyempurnakan Makalah ini dan pada akhirnya bisa
bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
a. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
b. Rumusan Makalah................................................................................ 1
c. Tujuan Masalah.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 2
a.
Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam................................. 2
b.
Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits................................................................. 5
c.
Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an........................................................ 9
BAB III PENUTUP...................................................................................... 14
Kesimpulan................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia untuk
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia dunia
dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan
Allah sebagai pembuat
hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan Hadis,
maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut) seperti hadits
yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al
Qur’an. Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam
fungsi tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan
yang dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis terhadap Al Qur’an dan dalil -
dalil kehujahan hadis.
B. RUMUSAN MASALAH
a.
Dalil Naqli dan Dalil
Aqli tentang kehujjahan Sunnah
b.
Fungsi Sunnah sebagai
Bayan terhadap Al-Qur’an dan Bayan Ta’kid, Bayan Tafsir, Bayan Tasyri”, Bayan
Nasikh terhadap Al-Qur’an dan contoh Fungsi Sunnah tersebut terhadap Al-Qur’an
c.
Status Sunnah
dikaitkan dengan berbagai fungsi yang di sandang Nabi
d.
Sunnah yang bermuatan
Tasyri” dengan Ghayru Tasyri” dan contohnya
C. TUJUAN
a.
Mengetahui Dalil Naqli
dan Dalil Aqli tentang kehujjahan Sunnah
b.
Mengetahui Fungsi
Sunnah sebagai Bayan terhadap Al-Qur’an dan Bayan Ta’kid, Bayan Tafsir, Bayan
Tasyri”, Bayan Nasikh terhadap Al-Qur’an dan contoh Fungsi Sunnah tersebut
terhadap Al-Qur’an
c.
Mengetahui Status
Sunnah dikaitkan dengan berbagai fungsi yang di sandang Nabi
d.
Mengetahui Sunnah yang
bermuatan Tasyri” dengan Ghayru Tasyri” dan contohnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dalil Naqli dan Dalil Aqli tentang kehujjahan Sunnah
B.
Fungsi Sunnah sebagai Bayan terhadap Al-Qur’an dan Membedakan Bayan Ta’qrir,
Bayan Tafsir, Bayan Tasyri”, Bayan Nasakh terhadap Al-Qur’an
Sebagai sumber ajaran
kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman
isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl(16)
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
Artinya “keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan,”[1]
Allah SWT menurunkan
al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia,
maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara
melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.2
Penjelasan yang dimaksud
di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke pembagian bentuk penjelasan.
Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi penjelasan hadis terhadap
al-Qur’an sebagai berikut;
1. Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut
juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat.
Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh
isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu
Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
فَإِذَا رَأَيْـتُمُ
الْهِلاَلَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْـتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا (رواه مسلم)
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka
berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat
al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan
pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa” (QS. Al-Baqoroh : 185)
Abu Hamadah
menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini
dengan istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini
dikarenakan munculnya hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an. 3
2. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan
at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan
perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada
ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka
fungsi hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil)
dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap
ayat-ayat yang masih umum.
a.
Merinci ayat-ayat yang
mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global)
Sebagai contoh
hadis berikut:
صَلُّوْا كَمَا
رَاَيْتُمُوْنِي أُصَلِّيْ (رواه البخارى)
“Sholatlah sebagaimana
engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan
bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak menjelaskan secara
rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS.
Al-Baqoroh[2]: 43)
. b. Men-taqyid ayat-ayat
yang mutlaq
Kata mutlaq artinya
kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa
memandang kepada jumlah maupun sifatnya. Men-taqyid dan mutlaq artinya
membatasi ayat-ayat mutlaq denngan sifat, keadaan, atau
syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut:
لاتقطع يد السارق ا في
ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم)
“Tangan pencuri tidak boleh dipotong,
melainkan pada (pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)
Hadith di atas men-taqyid ayat al-Qur’an berikut:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)
c. Men-takhsis ayat yang ‘am
Kata ‘am ialah
kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam jumlah yang banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah
kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah
membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian
tertentu. Mengingat fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat
apabila mukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut
Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad
yang menunjukkan kepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama
Hanafiah sebalikanya.
Sebagai contoh:
لايرث
القتل من المقتول شيأ
“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR.
Ahmad)
Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat
44 berikut:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan...”
3. Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat
ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang mengakui dan
menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap sebagian hukum
Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya.[2]
Kata nasakh secara
bahasa berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan),
dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh
ini banyak yang melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi
perbedaan pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa
terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah
suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa
keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi, dan syar’i (pembuat
sayari’at) menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya
(temporal).
Diantara para ulama yang
membolehkan adanya nasakh hadith terhadap al-Qur’an juga
berbeda pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk me-nasakh-nya.
Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith,
meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya
dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian para
pengikut Zahiriyah.
Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut
harus mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur,
tanpa harus dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang
diantaranya oleh ulama Hanafiyah.
4.
Bayan Tasyri”
Bayan at-tasyri’ adalah penjelasan
hadis yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan syar’i yang tidak didapati
nashnya dalam Al-Qur’an. Menurut Abbas Muthawali Hamadah bayan at-tasyri’
disebut dengan bayan zaid ‘ala al-Kitab al-Karim, yaitu penjelasan sunnah/hadis
yang merupakan tambahan terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Hadis yang berfungsi sebagai bayan al-tasyri’ ini sangat banyak jumlahnya.
Di antaranya adalah hadis tentang zakat fitrah sebagai berikut, sabda Nabi
Muhammad Saw :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ
رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى
كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat Fithrah di
bulan Ramadhan atas setiap orang muslim, baik dia itu merdeka atau hamba,
laki-laki atau perempuan, yaitu satu sha› kurma atau satu sa' gandum.” (HR.
Muslim)
Menurut sebagian ulama bahwa zakat fitrah itu ditetapkan oleh sunnah/hadis
sebagai tambahan atas Al-Qur’an. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa
zakat itu penjabaran dari Al-Qur’an. Mereka mengambil dari hadis tersebut dalil
yang menjadi rincian dari Al-Qur’an, karena Rasulullah Saw tidak mewajibkan
zakat kecuali kepada orang Islam. Dengan demikian sesuai dengan Al-Qur’an,
karena zakat itu sebagai pembersih (mensucikan), sementara kesucian hanya untuk
orang Islam. Allah Swt berfirman: خُذْ مِنْ
أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا “Ambillah zakat dari
harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka…” (QS. At-Taubah : 103)
Sunnah/hadis Rasulullah Saw. sebagai bayan at-tasyri’ ini wajib untuk ditaati
dan diamalkan berdasarkan perintah Allah Swt dalam Al-Qur’an sebagaimana
wajibnya mentaati dan mengamalkan hadis-hadis yang lainnya.4
Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/04/fungsi-hadis-pengertian-bayan-tasyri.html
Terima kasih sudah berkunjung.
C.
Status Sunnah
dikaitkan dengan berbagai fungsi yang di sandang Nabi
D.
Sunnah yang bermuatan Tasyri” dengan Ghayru Tasyri” dan contohnya
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sebagai
sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk menjelaskan (bayan)
keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Nahl[16]:
44.
Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar
al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk
menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui
hadis-hadisnya.
Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan
kehujjahan Hadis telah dibuktikan oleh hal hal berikut antara
lain ;
-
Al Qur’an karim
-
Hadis Nabi
-
Ijma’ (Kesepakatan)
Oleh karena itu, fungsi
hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-Qur’an itu
bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi hadis
terhadap Al Qur’an
-
Bayan At-taqrir
-
Bayan At-tafsir
-
Bayan At-tasyri
-
Bayan Al-nasakh
DAFTAR PUSTAKA
Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis.
Semarang: Rasail Media Group
Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi
Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta:
Akbar Media
Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo:
STAIN PO Press
Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
2 Mohammad Nor Ichwan, Studi
Ilmu...............hal 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar